Manusia memiliki berbagai kebutuhan untuk mendukung keberadaannya, terutama menyangkut fisiknya. Manusia memburuhkan makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan sebagainya. Berbagai kegiatan pendukung dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar /fisik manusia. Transportasi, distribusi, perdagangan, barter, manufaktur, industri, semua ini dibutuhkan manusia dalam ranbgka memenuhi kebutuhan fisik tersebut. Semakin lama kebutuhan manusia semakin kompleks, termasuk ilmu pengetahuan yang dibutuhkan untuk mendukung kebutuhan manusia itu. Ilmu yang populer di bidang produksi, distribusi dan konsumsi manusia itu dikenal dengan ilmu ekonomi.
Doktri ekonomi materialis/kapitalis yang terkenal yaitu "kebutuhan manusia tidak terbatas sedangkan sumberdaya yang tersedia terbatas". Dalam ekonomi materialis ini manusia dianggap sebagai makhluk yang bebas untuk mengumbar kehendaknya. Tidak ada batasan manusia untuk mengkonsumsi. Dalam ilmu ini manusia diberi kemerdekaan untuk mengumbar kerakusannya. Tabu bagi ekonomi materialis untuk menghukumi manusia dengan memberikan penilaian konsumsi yang baik dan konsumsi yang buruk.
Di sisi lain, dalam ilmu ekonomi materialis ditanamkan doktrin bahwa alam ini terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sehingga manusia mesti berlomba-lomba untuk menguasai modal. Maka bagi mereka pemilik modal memiliki kemerdekaan untuk mengelola modalnya, mau dipakai sendiri, mau dijual dengan harga berapapun, serta dengan cara bagaimanapun. Pada skala perusahaan, pekerja dianggap sebagai mesin yang mengeluarkan biaya. Pekerja bukan dianggap pemilik yang berhak juga menikmati keuntungan perusahaan. Paling banter pekerja hanya dianggap asset, kalau rusak/sakit diperbaiki/diobati, dan kalau sudah tua dibuang.

Disain awal ekonomi kapitalis semata-mata bagaimana menambah kekayaan pribadi, bukan bagaimana mengelola alam untuk kesejahteraan manusia. Sedangkan ekonomi syariah datang untuk memperbaiki keyakinan, pandangan, manhaj serta tujuan pengelolaan harta ini untuk kesejahteraan manusia semuanya, tidak hanya pemilik modal. maka ekonomi syariah tidak hanya berkutat pada masalah modal, uang, perusahaan, asset, dan laba saja. Ekonomi syariah lebih dahulu didasarkan pada falsafah harta yang melihat bahwa pemilik seluruh kekayaan alam ini hakekatnya adalah Allah s.w.t., sedangkan manusia hanya diberi amanah mengelola, tanpa memiliki hak milik yang bersifat mutlak, karena pemilikan manusia bersifat relatif (Al Baqoroh :30)

Metoda pengelolaan alam dalam pandangan Islam didasarkan pada kaidah, bahwa pada dasarnya model pengelolaan apapun diizinkan dalam islam, kecuali ada larangannya. Larangan dalam masalah muamalah dalam islam , termasuk urusan ekonomi ini, jumlahnya hanya sedikit antara lain maisyir (judi), ghoror (penipuan), penimbunan, dan riba. Sebagian cara yang dilakukan manusia diizinkan dalam ekonomi syariah asal tidak mengandung larangan 2 tersebut.
Kegiatan-kegiatan dalam ekonomi syariah misalnya ba'i (jual beli), murabahah (jual beli dengan titipan), salam (jual beli dengan pesanan), mudharabah (kerjasama bagi hasil), musyarakah (kerjasama modal dan manajemen) dan sebaginya.

Sedangkan menyangkut tujuan berekonomi dalam Islam (ekonomi syariah) tidak semata-mata mengejar keuntungan. Sesuai dengan falsafah dasar pemilikan harta, maka tujuan yang akan dicapai dalam ekonomi Islam atau bisnis syariah adalah kesejahteraan umat, tidak hanya bagi si pemilik modal namun juga dalam rangka bisa taawun (saling tolong menolong). Maka, setelah usaha ekonomi memperolah keuntungan, syariah mewajibkan kepada pelaku usaha tersebut untuk memberikan sebagian keuntungan itu kepada yang berhak, yang meliputi 8 golongan (asnaf). Penyaluran sedekah wajib ini dikenal dengan zakat maal. Besarnya zakat maal adalah 2,5 % dari keuntungan. Selanjutnya ukuran kesuksesan bisnis, atau kegiatan ekonomi syariah diukur dari seberapa jauh perusahaan tertentu mampu memberikan kesejahteraan bagi umat. Semakin banyak fihak yang bisa disejahterakan, maka perusahaan itu secara syariah disebut berhasil. Namun, jika yang berkembang hanya asset perusahaan tanpa memberikan sumbangan yang berarti dalam menyelesaikan persoalan umat, melalui perangkat zakat maal, maka sesungguhnya usaha yang demikian sama saja dengan bisnis/ekonomi kapitalistik/materialistis. Lebih Islami lagi jika yang menjadi target perusahaan adalah jumlah fakir miskin yang bisa dientaskan, bukan hanya jumlah laba yang bisa ditimbun.

Tujuan Perusahaan Syariah

Tujuan perusahaan syariah harus ditetapkan sejak awal oleh pimpinan manajemen. maka, urusan mendistribusikan sebagian keuntungan ini bukan semata-mata urusan belas kasih, apalagi hanya untuk promosi perusahaan, namun hal ini adalah tujuan puncak perusahaan. Dan masalah ini harus menjadi kebijakan perusahaan syariah, tidak hanya tebar pesona sok dermawan. Sehingga target keuntungan hanya target antara, sedangkan target sesungguhnya adalah jumlah sebagian laba yang bisa dibagikan kepada umat.

Beberapa model distribusi laba ini bisa dilakukan misalnya sedekah, zakat, infak, hibah, wakaf dan sebagainya. Sebuah perusahaan belum dikatakan syariah, walaupun dana Anda halal, cara mengelolanya dengan sistim mudharabah, ataupun musyarakah, namun tujuan perusahaan itu hanya mengejar keuntungan semata bukan membagi keuntungan tersebut melalui jalur yang telah ditentukan oleh Agama Islam.
Perusahaan yang berdasarkan ekonomi syariah hendaknya menetapkan berapa besar jumlah zakat yang akan disalurkan di masa depan. Jika ingin berzakat Rp 100 juta, maka perusahaan harus mentarget keuntungan 40 kali lipatnya, yaitu Rp 4 miliar. janganberfikir terbalik, berfikir keuntungan namun belum difikirkan besarnya zakat serta alokasinya.

Categories:

    Total Tayangan Halaman

    FOLLOWER

    Who is Super Power?